rindu itu dimulai dari sini:
detik pertama sejak pandangan mata berpisah.
tahu kah?
rindu tak harus karena berjarak, bersama duduk bersisian pun tetap merasa rindu. seperti rindu yang tak pernah habis.
aku suka menumpuk rindu, di jendela-jendela, di lemari kaca, di laci-laci meja.
bahkan rindu pun ada berjejal di saku-saku celana jeans robekku yang menua.
aku suka menyesakkan rindu ke dalam bantal berkain lusuh, sambil mendengar langkah hujan berlarian dengan sepatu bututnya.
aku suka menyelipkan rindu di rak-rak buku, di gantungan baju, bahkan di kotak sepatu.
lihat di ranjang tua, rindu menghambur begitu saja.
aku suka menuliskan rindu di dinding kamar, di segala penjuru hingga berpijar.
sesak tak berspasi dan menggambarnya hingga ke langit-langit kamar.
tetapi,
ketika sebuah kata rindu mulai sulit tersampaikan, maka kini hanya dapat menyimpan rindu di hati, sendirian.
ada saat ketika aku menumpuk rindu yang menggebu dan tak dapat disampaikan, lalu mereka akan bersesakkan di lemari kamar.
ada saat ketika aku menggenggam rindu setiap hari dan hanya dapat menyembunyikannya di saku kemeja ini.
ada saat ketika aku menuliskan rindu tanpa henti tetapi akhirnya tak terbaca karena air mata.
ada saat ketika aku menghilang, menepiskan rindu dari pandangan, berpura-pura tak merasakan.
dan aku suka bersembunyi dalam gelap, tak terlihat.
aku suka meringkuk di sudut sepi, sangat sunyi.
aku suka memudarkan diri: sendiri.
lalu rindu itu dimulai dari sini:
detik pertama setelah pesan terakhir terbaca.
seperti kata-kata yang berserakan ini, tak dapat dihentikan lagi.
Memo: “nyimpen kangen ke orang itu enak tau. kayak bunuh diri pelan-pelan.“ ~ pecandu hujan
Selengkapnya...
Selasa, 31 Mei 2011
Cerita rindu, Tak tersampaikan
Percakapan Di Bawah Hujan
“Kenapa kamu suka sekali berdiri di bawah hujan?”
”Eh...”
”Nanti kamu kedinginan lho... Sini, aku bagi payungku...”
” T-terimakasih...”
”Ibuku selalu cerewet kalau aku hujan-hujanan. Bilang aku bisa pusing lah, flu lah... Padahal mana mungkin sih, butiran-butiran yang masih murni ini penyebab penyakit? Itu semua tergantung daya tahan tubuh kan? ”
”Eh, i-iya..”
”Dan dia selalu bersikukuh agar aku membawa payung setiap hujan. Menyebalkan sekali... Padahal kan, jauh lebih asyik bila kita berlarian di bawah hujan. Merasakan tetes-tetes air hujan menerpa wajah kita... Kau juga suka hujan kan?”
”Iya...”
”Hahaha, sudah aku tebak. Matamu bahagia bila hujan turun.”
”Emm..”
”Aku juga sukaaaa sekali dengan hujan. Bagaimana melihat tetesan hujan berlomba-lomba membasahi tanah, menimbulkan wewangian yang menyenangkan. Bagaimana irama hujan yang berkeretak menerpa atap-atap. Dan yang paling aku suka, bagaimana hujan menimbulkan perasaan tertentu.”
”Perasaan seperti apa?”
”Perasaan yang... entahlah. Aku tidak bisa menjelaskan. Rasanya seperti bahagia, tapi ada suatu bagian dalam hujan yang menimbulkan perasaan semacam sedih, kesepian − atau damai?? Sepertinya itu rindu, walau kadang aku tak tahu sedang merindukan apa. Apa kau paham maksudku?”
”Aku paham...”
”Itulah mengapa orang-orang selalu terinspirasi oleh hujan. Aku nggak ngerti deh, mengapa masih ada orang yang mengutuk hujan. Orang-orang seperti ibuku itu...”
”Oh...”
”Ah, maaf! Aku terlalu banyak bicara ya?? Kamu pasti terganggu olehku… Banyak orang yang bilang aku terlalu berisik, sampai− “
“Aku sama sekali tidak merasa terganggu.”
“Ah, kau baik sekali. Kebanyakan orang justru menganggapku menyebalkan, dan beberapa dari mereka malah sudah menyiapkan lakban ketika aku mulai bercerita,hahaha. Oh ya, ngomong-ngomong, apa yang paling kamu suka dari hujan?”
“Kamu. Dan payung merahmu. Seperti saat ini…”
Selengkapnya...